Konsep adalah bagian
yang sangat penting dalam mempelajari dunia kita. Konsep memiliki kemampuan
mengelompokkan obyek, event, atau gagasan dengan karakteristik umum, Konsep
memungkinkan kita menyederhanakan, mengkategorisasikan serta menghadapi
keragaman sekitar kita.
Pendefinisian konsep didasarkan pada:
1. Respon tampak pada: kemampuan deskriminasi
yang artinya mampu memberikan berbagai contoh; yang tak dilihat sebelumnya.
Misalnya, di mana seorang pengendara secara konsisten berhenti di semua traffic
light pada saat menyala merah, ia mungkin berkata memiliki konsep “berhenti”
bagaimanapun ia bisa mengatakan, menulis, atau memahami label verbal. Definisi
ini menegaskan perbedaan fundamental antara hafalan dan konseptualisasi. Proses
hafalan bisa mencakup pengenalan obyek khusus, atau asosiasi label kata khusus
dengan label satu obyek, sedangkan konsep pembentukan melibatkan label umum
untuk berbagai kelompok obyek.
2. Stimulus, tampak pada kemampuan membedakan
contoh dan non contoh. Misalnya, ”persegi” bisa didefinisikan sebagai ”gambar
geometri tertutup yang memiliki empat sisi yang sama dan empat sudut yang
sama.” Konsep harus dioperasionalkan sebagai kemampuan menyatakan definisi atau
mengenal dan mengidentifikasi secara benar gambar geometri yang menunjukkan
atribut stimulus di atas. Definisi konsep ini adalah fungsional bagi desainer
karena menunjukkan apa yang harus dihadirkan pebelajar, yakni, kriteria atribut
yang membedakan contoh-contoh dari non contoh konsep (gambar, tertutup, empat
sisi yang sama, sudut yang sama). Dengan demikian, inilah atribut yang sangat
memberi stimulus yang harus ditekankan desainer.
Tiga Tahapan
Penguasaan Konsep
Proses analisis konsep
bisa mulai dengan formal atau definisi kamus, tetapi harus melangsungkan paling
tidak tiga langkah berikut ini:
1. Mengekstrak kriteria atribut dari definisi
tersebut, yakni gambar tertutup, empat sisi yang sama, empat sudut yang sama.
2. Memeriksa (lebih disukai dengan pebelajar yang
tak dibuat-buat) apakah atribut itu adalah perlu dan cukup untuk membedakan
secara reliable contoh-contoh dari non-contoh, yakni, persegi empat dengan segi
tiga, parallelograms, dll.
3. Mempertimbangkan apakah atribut lain (atau
sekelompok lebih kecil atribut di atas) akan cukup.
Langkah-langkah di
atas mencerminkan skeptisme yang memadai mengenai sebagian desainer
instruksional relatif pada definisi tradisional yang diberikan dalam teks dan
kamus, baik dengan referensi kepada apakah mereka berfungsi (memberi dasar yang
reliable untuk mengidentifikasi contoh-contoh) dan dengan referensi apakah
mereka adalah ekonomis (memberi dasar paling sederhana atau paling
mahal/efektif untuk mengidentifikasi contoh).
Misalnya, Markle dan
Tiemann (1974) melakukan analisis konsep ”morfem” yang menghasilkan delapan
atribut (langkah satu di atas). Analisis dan pengujian selanjutnya (langkah
dua) menunjukkan bahwa enam atribut adalah tidak relevan dan hanya dua yang
criterial. Analisis selanjutnya (langkah tiga) menunjukkan bahwa penambahan
satu kriteria atribut secara signifikan meningkatkan akurasi konsep pebelajar,
yakni, keterampilannya dalam membedakan contoh morfem dari non-contoh.
Yang dinyatakan secara
tidak langsung dalam langkah ketiga adalah fakta bahwa hubungan pertama
pebelajar dengan konsep tidak dimaksudkan untuk pemahaman yang lengkap.* Konsep
harus dibangun secara khusus sepanjang kurikulum, musalnya perbaikan
berkali-kali kapasitas belajar dan perlunya pengembangan. Konsep awal bisa
diajarkan relatif pada konteks lokal yang mana akan dilakukan pebelajar.
Misalnya, beberapa atribut formal konsep “serangga” (exo-skeleton, tiga bagian
utama tubuh, enam kaki, dll).
Macam-Macam Konsep
Beberapa konsep adalah
sebagai berikut:
1. Conjuntive concepts –didefinisikan dengan
”dan,” dengan atribut dan ini bahwa satu dan serta dan yang lain, misalnya
atribut contoh yang umum. Misalnya, ”apel” bisa didefinisikan dengan
atribut-atribut misalnya : buah yang enak dimakan dan dari pohon sumber dan
kebulat-bulatan dan biasanya kemerah-merahan.
2. Disjunctive concepts –definisikan dengan
”atau,” yakni., misalnya memiliki baik satu atribut (atau sekelompok) maupun
atribut lain (atau sekelompok). Misalnya, ”menendang” dalam olah raga baseball
bisa didefinisikan sebagai: ayunan adonan atau panggilan wasit atau pukulan
berulang-ulang di luar garis dasar.
3. Relational concepts –definisikan dengan
hubungan antara atribut-atriut daripada dengan kehadirannya atau ketiadaannya.
Misalnya, ”gunung” bisa didefinsikan sebagai ketinggian permukaan bumi yang
lebih besar dibanding bukit dan lebih tidak seragam dibanding dataran tinggi.
Prinsip Belajar Konsep
Prinsip belajar konsep
diantaranya:
1. Konsep Conjuntive adalah konsep yang paling
mudah dicapai, kemudian relational concepts, dan disjunctive concepts agak
dengan mudah dicapai.
Untungnya, sebagian
besar dalam subyek sekolah adalah conjunctive dan karena itu, relatif diterima
pada pengajaran dan belajar.
2. Konsep obyek konkret muncul lebih mudah
dibentuk dibanding beberapa konsep yang lebih abstrak, misalnya konsep bentuk
spasial dan bilangan.
Bagaimanapun perbedaan
ini bisa diatributkan pada perbedaan fundamental dalam konsep konkret vs.
Abstrak adalah tidak jelas. Perbedaan ini secara sederhana mencerminkan relatif
sulit dalam mengidentifikasi kriteria atribut dan memperjelas kepada pembaca.
Tetapi, fakta bahwa
kata-kata konkret adalah lebih mudah dihafal dibanding kata-kata abstrak (lihat
bab Memory) bisa menjelaskan sebagian kemudahan lebih besar pencapaian konsep
konkrit. Selanjutnya, contoh konsep konkret bisa dengan mudah diproses sebagai
citra mental dan dengan demikian bisa dicapai lebih baik.
3. Konsep abstrak bisa dipelajari dari berbagai
struktur verbal, misalnya, definisi (termasuk atribut kriteria), konteks
kalimat, contoh yang dijelaskan, dan sinonim.
Sedangkan konsep dari
beberapa tingkat bisa dibentuk dari konteks kalimat dan sinonim, kita memandang
penggunaan definisi (memfiturkan atribut kriteria) dan contoh-contoh yang
dijelaskan bisa menjadi alat yang lebih reliable dalam mengembangkan konsep
yang akurat.
Pemilihan Contoh dan Non-Contoh:
Yang seharusnya
diintegrasikan bahwa sepanjang bagian yang berhubungan ini adalah beberapa
faktor perceptual, misalnya perhatian yang selektif, pengelompokan golongan
yang serupa, dan pemisahan golongan yang berbeda.
o Mempergunakan contoh dan non contoh dalam
pembelajaran.
Pada esensinya, contoh
menunjukkan apakah konsep itu, dan non contoh menunjukkan apa yang bukan konsep
itu. Keduanya adalah penting bagi pemahaman pebelajar terhadap sebuah konsep.
o Memberikan berbagai contoh dalam pembelajaran
Bagaimana konsep
dibentuk dari berbagai contoh atau bagaimana mereka disimpan dalam memory
adalah isu penelitian yang terus hidup sampai sekarang. Ada bukti bahwa untuk
beberapa konsep, paling tidak kita mengembangkan contoh yang dipilih atau
prototype, yakni, bunga mawar berpihak kepada konsep ”bunga” dan anjing
berpihak kepada konsep ”binatang.” Juga ada bukti bahwa subyek terbuka dengan
berbagai rangkaian contoh, misalnya, gambar geometri, muncul membentuk citra
memory yang diabstraksikan atau skema yang menggambarkan konsep formal yang
kita bisa mengingat atau menyusun daftar pendefinisian atribut verbal, yang
mengarahkan beberapa ahli teori untuk menyimpulkan bahwa konsep bisa disimpan
sebagai daftar atribur seperti verbal atau sebagai preposisi seperti-verbal.
o Mencoba memilih kelompok contoh melalui
atribut kriteria yang menunjuk paling tidak ragam dan atribut non-kriteria
menunjukkan sebagian besar perbedaan.
Di sini, logikanya
adalah jelas, karena atribut kriteria atau definitif bisa dipahami menjadi apa
yang lazim atau mirip melalui semua contoh. Dengan demikian, ada karakteristik
yang tidak berubah melalui contoh akan bisa dipahami oleh pebelajar adalah
kriteria. Karena itu, contoh seharusnya dipilih sehingga tidak ada perubahan kriteria
atribut bisa diamati. Misalnya Gambar 3.2, dalam semua contoh (dalam lingkaran)
adalah gambar yang ditutup dan memiliki tiga sisi.
o Mencoba memilih contoh yang atribut
kriterianya sejelas mungkin dan atribut non-kriteria adalah tidak senyata
mungkin menggambarkan atau menyederhanakan contoh-contoh dalam satu cara untuk
mencapai pengaruh yang sama.
Inilah kasus khusus
prinsip-prinsip ”memperjelas kriteria atribut” yang dibahas dalam bab terdahulu
dengan referensi kepada memory. Tetapi, seperti dengan proses ingatan, ada
stimulus manipulasi yang memaksimalkan kriteria atribut, atau meminimalkan
non-kriteria atribut akhirnya bisa pudar sehingga pebelajar bisa
mengidentifikasi contoh riil dalam konteks riil.
o Memilih pengepungan (perbedaan kecil)
non-contoh, misalnya, bahwa memiliki beberapa atribut sama dengan contoh, dan
atribut itu berbeda dengan contoh hanya berkenaan dengan satu (atau dua atau
tiga) kriteria atribut.
o Memilih contoh yang cukup untuk menunjukkan
batas praktek konsep dan non contoh yang cukup untuk mengulas pengepungan
contoh paling umum, yakni contoh yang paling sering membingungkan.
o Sebelum belajar kata-kata yang relevan,
misalnya nama atribut, dari contoh, atau konsep, bisa mempermudah belajar
konsep. Persamaannya akan dipegang terlebih dahulu dengan obyek, event, atau
hubungan yang relevan.
o Memberi pengajaran yang tepat kepada pebelajar
bisa mempermudah konsep belajar, termasuk informasi tentang stimulus (atribut,
dll.), respon yang diinginkan (identifikasi konsep dll.,) dan strategi untuk
penerapan.
o Ada bukti bahwa contoh bentuk verbal
mempermudah belajar konsep lebih dari belajar dalam bentuk gambar, karena sebelumnya
menunjukkan sedikit atribut tidak relevan. Demikian pula, contoh sederhana
misalnya penarikan garis, kartun, gambar, dan diagram telah dirasakan lebih
efektif dibanding gambar realistis.
o Penggunaan konsep nama dalam hubungan dengan
masing-masing contoh yang dipresentasikan mempermudah belajar konsep.
o Mempresentasikan contoh pengepungan suksesi
atau secara simultan dalam kelompok kecil, dan menjaga contoh sebelumnya
pandangan ketika contoh lain ditambahkan mempermudah akuisisi konsep
o Mempresentasikan definisi sebagai daftar
kriteria atribut bisa mempermudah akuisisi konsep lebih dari
mempresentasikannya dalam bentuk kalimat khusus.
o Mempresentasikan kriteria atribut (dengan
aturan, definisi, atau daftar) atau sebaliknya mengarahkan perhatian kepada
mereka dalam contoh meningkatkan pencapaian konsep lebih dari mengharapkan
pebelajar untuk menemukannya.
o Dalam menggunakan metode tipe-discovery
(sebagaimana dibandingkan dengan metode expository) semakin besar contoh
dipersyaratkan secara umum dan kriteria atribut contoh harus semakin sedikit
jumlah dan lebih dominan dan nampak pada pebelajar.
o Contoh awal yang dipresentasikan seharusnya se
familiar dengan pebelajar dan se representative mungkin konsepnya. Presentasi
awal seharusnya mencakup hanya contoh-contoh (bukan non contoh), dan hal ini
seharusnya menunjukkan sifat-sifat kriteria tidak seambigu mungkin, dan
seharusnya meliputi sedikit mungkin sifat non-kriteria.
o Serangkaian presentasi seharusnya campuran
contoh-contoh dan non-contoh. Keduanya seharusnya secara bertahap meningkat
kesulitannya, misalnya contoh menjadi lebih beragam (meningkatkan atribut
non-kriteria) dan non-contoh menjadi lebih dekat (semakian mirip dengan
contoh).
o Memperoleh respon dari pebelajar selama
serangkaian presentasi contoh dan non contoh dan memberi feedback pembetulan
setelah masing-masing respon.
o Memberikan waktu kepada pebelajar untuk
mempelajari contoh-contoh dan non contoh, merespon, mempertimbangan feedback
yang ia terima.
o Di mana pebelajar memverbalisasi kriteria
atirbut konsep dan/atau konsep nama, belajar ditingkat bila dibandingkan dengan
di mana mereka tidak atau di mana mereka memverbalisasikan atribut
non-kriteria.
o Di mana pebelajar menempatkan konsep yang baru
dibentuk untuk digunakan, konsep akan dipelajari lebih baik.
o Memverifikasi konsep pebelajar dengan
mempresentasikan tambahan contoh dan non contoh tidak digunakan selama
pengajaran dan menyuruh pebeajar mengidentifikasinya.
o Verifikasi lebih lanjut konsep pebelajar,
menyuruh pebelajar mendefinisikan konsep atau menyatakan kriteria atribut.
Rujukan:
Fleming
Malcolm and Levi Howard. 1981. Intructional Message
Design (Principles From The Behavioral Sciences). New Jerrsey: Indiana University
0 komentar:
Posting Komentar