MAKALAH
MATA KULIAH
KONSEP DASAR BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI HUMANISTIK DAN TEORI SIBERNETIK
Dosen Pengampu:
Prof. Dr.Rahmat Murbojono, M.Pd
Disusun
Oleh :
KELOMPOK
IV
NOVI ARIYANI
ESTEL LITA
FELLICIA AYU SEKONDA
UNIVERSITAS JAMBI
PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
MARTIKULASI ANGKATAN SEPULUH
TAHUN 2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar
bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai
hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuanya, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya,
daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang
aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar
merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui
situasi yang ada pada siswa.
Dalam
suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar,
secara umum teori belajar di kelompokan dalam empat kelompok atau aliran
meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitif (3) Teori
Belajar Humanistik (4) Teori Belajar Sibernik. Untuk memahami lebih lanjut maka
dalam makalah ini akan membahas mengenai Teori Belajar Humanistik
dan Teori Belajar Sibernetik
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Teori
Belajar Humanistik?
2. Siapa sajakah tokoh
Teori Belajar Humanistik?
3. Bagaimana Prinsip Humanistik?
4. Apa Pengertian Teori
Belajar Sibernetik?
5. Siapa sajakah tokoh
Teori Belajar Sibernetik?
6. Bagaimana Prinsip Teori Belajar Sibernetik?
C.
Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian Teori
Belajar Humanistik
2. Tokoh Teori Belajar
Humanistik
3. Prinsip Teori Belajar
Humanistik
4. Pengertian Teori
Belajar Sibernetik
5. Tokoh Teori Belajar Sibernetik
dan Prinsip Teorinya
6. Prinsip Teori Belajar Sibernetik
D.
Manfaat Penulisan
Pembahasan makalah
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua
pihak yang berhubungan dengan dunia pendidikan, khususnya mahasiswa Teknologi
Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. TEORI HUMANISTIK
Menurut Teori humanistik, tujuan
belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah
- Proses
pemerolehan informasi baru,
- Personalia
informasi ini pada individu.
A.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam
diri individu ada dua hal :
(1)
suatu
usaha yang positif untuk berkembang
(2)
kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow
membagi hirarki kebutuhan-kebutuhan (needs)
manusia menjadi.
a)
KebutuhanFisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara.
b)
Kebutuhan Keamanan dan
Keselamatan
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang
digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan
ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan,
kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur,
ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya.
c)
Kebutuhan Rasa Cinta dan Kasih
Sayang
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial
yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan
kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Misalnya adalah :
memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan
lain-lain.
d)
KebutuhanPenghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan. Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan. Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
e)
Kebutuhan Akutualisasi Diri
(Self Actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal
ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan
seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri
seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen
untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat
melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
- Carl
Rogers
Carl R.
Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar
dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Ia berpendapat bahwa
belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan
intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori
belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta
didik
Roger
membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang
tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang
tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran
akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana
proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang
belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk
dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya
sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut
Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori
humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap
belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan
dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4)
menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan
dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
yaitu:
1.
Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.
Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa
3.
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4.
Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari
bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.
Manusia
itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.
Belajar
yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.
Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.
Apabila
ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.
Belajar
yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.
Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.
Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar
yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap
pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan
itu.
Dari penelitian itu diketahui
guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep
diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk
pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem
yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah,
serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi.
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
c.
Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg
(1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning
(makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi
bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan
merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya.
Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Belajar terjadi bila mempunyai
arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau
tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah
bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk
itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus
memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan
persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil)
yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Untuk itu guru harus memahami
perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
II. TEORI SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik merupakan teori
belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas
sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Proses
belajar memang penting dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah system
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa
tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang
cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi.
Bahwa proses pengolahan informasi dalam
ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan
penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali
informasi – informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
A. Teori Belajar Menurut Landa
Salah satu penganut aliran sibernetik adalah
Landa. Ia membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir
algoritmik dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir algoritmik, yaitu
proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus
menuju ke satu target tujuan tertentu. Contoh-contoh proses algoritmik misalnya
kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain. Sedangkan cara
berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju ke beberapa target
tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan
penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir
heuristik. Contoh proses berpikir heuristik misalnya operasi pemilihan atribut
geometri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lain-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika
materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan
(dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi yang hendak dipelajari)
diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan
dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran
lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi
kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa
mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika
presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik.
Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi
tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk
memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi,
misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir
siswa dibimbing ke arah yang “menyebar” atau berpikir heuristik, dengan harapan
pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik atau
linier.
B. Teori Belajar Menurut Pask
dan Scott
Pask dan Scott juga termasuk penganut teori
sibernetik. Menurut mereka ada dua macam cara berpikir, yaitu cara berpikir
serialis dan cara berpikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang
dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang
dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara
berpikir heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu,
melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang
lebih detail. Sedangkan cara berpikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa
adalah cara berpikir devergen mengarah ke beberapa aspek sekaligus. Siswa tipe
wholist atau menyeluruh ini biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung
dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus
atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung
menggunakan cara berpikir secara algoritmik.
Teori sebernetik sebagai teori belajar sering
kali dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan
dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri
individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini
memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta.
Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk
yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu
model belajar dan pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental
dalam belajar yang secara tersetruktur membentuk suatu sistem kegiatan mental.
Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1.
Proses mental dalam belajar
terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2.
Proses mental tersebut
mampu menyandi informasi secara bermakna.
3.
Proses mental bermuara pada
pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi
Kelebihan Teori Sibernetik
1.
Cara berfikir yang
berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.
Penyajian pengetahuan
memenuhi aspek ekonomis.
3.
Kapabilitas belajar dapat
disajikan lebih lengkap.
4.
Adanya keterarahan seluruh
kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
5.
Adanya transfer belajar
pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6.
Kontrol belajar
memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
7.
Balikan informative
memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah
dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan Teori Sibernetik
Teori ini dikritik karena lebih menekankan pada
sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses
belajar.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran telah dikembangkan oleh Teori pemrosesan informasi yaitu:
Pada teori ini, komponen pemrosesan informasi
dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi,
serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR merupakan sel tempat pertama kali
informasi diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah :
a) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang dari 7 slot.
Informasi yang didapat hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
adanya upaya pengulangan (rehearsal).
b) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda
dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun semantic, yang
dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar
mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
a) Berisi
semua pengetahuan yang telah dimilki oleh individu
b) Mempunyai
kapasitas tidak terbatas
c) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia
tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Tahap sebernetik sebagai teori belajar sering kali
dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari,
sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat
ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia
sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka
diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demikian yang dapat kami berikan kepada teman-teman
mahasiswa, dapat kami berikan sedikit kesimpulan awal, bahwa: Teori Belajar
Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Tokoh
dalam teori ini adalah Maslow, C. Roger dan Arthur Comb. Aplikasi dalam teori
ini, Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku. Serta guru hanya sebagai
fasilitator.
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang
relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Teori ini mementingkan
sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari.
Oleh sebab itu, teori sibernatik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab caa belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh aliran teori sibernetik anta lain Landa, Pask dan Scott berdasarkan konsepsi-konsepsinya. Konsepsi Landa dengan model pendekatan tipe serialist dan whoslist. Selanjutnya, teori sibernatik dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan pembelajaran
Oleh sebab itu, teori sibernatik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab caa belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh aliran teori sibernetik anta lain Landa, Pask dan Scott berdasarkan konsepsi-konsepsinya. Konsepsi Landa dengan model pendekatan tipe serialist dan whoslist. Selanjutnya, teori sibernatik dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan pembelajaran
0 komentar:
Posting Komentar