Delicious LinkedIn Facebook Twitter RSS Feed

PERKEMBANGAN POST INDUSTRIAL

1. Masyarakat Pasca Industri (Post Industrial Society): Daniel Bell

            Melalui karyanya berjudul The Coming of Post Industrial (1976) Daniel Bell meramalkan akan adanya "Masyarakat Pasca Industri". Dalam karyanya tersebut, Bell menyebutkan bahwa basis kekuatan masyarakatpost-industrial berbeda dengan dua jenis masyarakat sebelumnya, yaitu masyarakat pra industri dan masyarakat industri. Bila kekuatan utama masyarakat pra-industri terletak pada sumber daya alam, terutama lahan, dan masyarakat industri pada mesin, maka dalam masyarakat post-industrial, Bell berpendapat informasi serta teknologi informasilah sebetulnya yang menjadi kekuatan utamanya. Tanpa memiliki kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi informasi, boleh dikata tidak akan mungkin masyarakat mampu bertahan dan survive dalam melangsungkan kehidupannya. Bisa dibayangkan, di era sekarang ini, bagaimana mungkin interaksi masyarakat di era global dan perkembangan sektor perekonomian bisa berlangsung jika tidak didukung teknologi informasi.
            Dalam kajian dan perkembangan ilmu sosial, konsep tentang Masyarakat Informasi dalam karya Daniel Bell sebenarnya tidak muncul begitu saja dari hasil perenungan. Bell mengemukakan prediksinya tentang kehadiran masyarakat informasi karena adanya kecenderungan data ketika itu yang memperlihatkan perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama berkaitan dengan munculnya jenis-jenis pekerjaan baru di masyarakat. Kecenderungan utama yang mengiringi proses terbentuknya masyarakat pasca industri adalah kemunculan dan pesatnya pertumbuhan berbagai jenis lapangan kerja yang berhubungan dengan informasi, meningkatnya bisnis dan industri dengan produksi, transmisi dan analisis informasi, serta meningkatnya sentralitas peran para teknolog, yaitu para manajer dan profesional terdidik yang memiliki keahlian khusus dalam mengolah dan memanfaatkan informasi untuk keperluan pembuatan keputusan.
            Berangkat dari argumennya bahwa mayoritas jenis pekerjaan di masyarakat menentukan ciri penjelas suatu masyarakat, maka Bell berusaha membedakan jenis-jenis pekerjaan dalam evolusi masyarakat dari pra industrial hingga post-industrial. Bell menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, pekerjaan di sektor pertanian umumnya adalah mata pencaharian yang dominan dan merupakan tempat masyarakat agraris menggantungkan kehidupannya. Sementara itu, dalam masyarakat industri, berbagai pekerjaan di pabrik adalah mata pencaharian yang populer di masyarakat, dan bahkan menjadi norma tersendiri karena sebagian besar masyarakat umumnya telah menyadari bahwa mereka tidak mungkin hanya menggantung kehidupannya dari sektor pertanian di tengah munculnya berbagai pabrik dan industri yang makin massif. Dalam masyarakat pasca-industri, pekerjaan yang dominan umumnya adalah pekerjaan di bidang jasa pelayanan, terutama pekerjaan yang berbasis pada pengolahan informasi dan pemanfaatan teknologi informasi (lihat: Webster 2006: 32). Secara lebih rinci, tahap-tahap perkembangan masyarakat menurut Daniel Bell adalah sebagai berikut:
            Pertama, masyarakat pra-industri. Dalam buku The Coming of Post-Industrial Society, Bell (1976) menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, angkatan kerja yang ada umumnya banyak terlibat dalam industri-industri ekstraktif, yaitu meliputi pertambangan, perikanan, kehutanan, pertanian. Ketika sumber daya alam melimpah, dan orang tidak terlalu harus bergantung pada teknologi untuk memperoleh sesuatu, maka kehidupan utama penduduk di era pra-industrial umumnya adalah bergantung dan banyak bersinggungan dengan alam. Orang bekerja dengan kekuatan ototnya dengan cara-cara yang telah diwarisinya, dan indrawi orang terhadap dunia terkondisi sedemikian rupa tergantung pada elemen-elemen seperti musim, sifat dari tanah, dan jumlah air. Ritme kehidupan masyarakat di era pra-industrial lebih cenderung dibentuk oleh siklus dan ritme alam, sehingga jenis pekerjaan penduduk pun umumnya sangat tergantung pada alam, yang produktifitasnya rendah, dan ekonomi pun terkait dengan wujud alam dan fluktuasi harga bahan baku dalam ekonomi dunia.
Unit kehidupan sosial yang berkembang pada masyarakat pra-industrial adalah perluasan dari rumah tangga. Secara umum, di masyarakat pra-industrial kesejahteraan belum dan tidak mudah tercapai, karena warga masyarakat yang ada cenderung hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk dirinya sendiri. Di era masyarakat pra-industrial, sering terjadi jasa pelayanan domestik menjadi murah dan berlimpah-ruah. Di Inggris, menurut Daniel Bell, sampai periode Victorian Pertengahan, kelompok pekerja terbesar tunggal dalam masyarakat ialah pembantu rumah tangga. Masyarakat pra-industri adalah masyarakat agraria yang terstruktur dalam cara-cara yang rutin dan dikelola oleh otoritas tradisional.
            Kedua, masyarakat industri. Dalam masyarakat industri – yang secara geografis menurut Bell umumnya berada di wilayah negara-negara Atlantik Utara ditambah Uni Soviet dan Jepang – mereka umumnya adalah masyarakat penghasil barang. Berbeda dengan masyarakat pra-industrial yang kehidupannya lebih banyak dikendalikan alam, kehidupan masyarakat industri ibaratnya adalah sebuah permainan bersama fabrikasialam yang bersifat teknis dan rasional. Modernisasi dan kehadiran berbagai perangkat teknologi produksi atau mesin sangat mendominasi, dan ritme kehidupan masyarakat umumnya dipacu secara mekanis. Keberadaan tenaga manual yang harus bersaing dengan teknologi modern, menyebabkan ritme kehidupan masyarakat lantas lebih sering menyesuaikan diri dengan irama mesin daripada irama kehidupan manusia itu sendiri.
Di era masyarakat industrial, penemuan energi dan mesin-mesin telah menggantikan kekuatan otot dan kehadiran listrik yang merupakan dasar bagi produktifitas merupakan tanda dari masyarakat industri. Di masyarakat industri, keahlian diuraikan ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana, yaitu ahli teknik, yang bertanggungjawab atas tata letak dan aliran kerja, serta pekerja setengah ahli. Dalam proses perkembangan masyarakat industri, bukan tidak mungkin di satu titik tertentu, kehadiran mesin yang diciptakan manusia nantinya justru akan menggantikan diri manusia, karena dirasakan lebih produktif dan tak berperasaan. Di masyarakat industrial, sering terjadi manusia lantas hanya diperlakukan sebagai “benda”, sehingga tak jarang terjadi apa yang disebut proses eksploitasi dan alienasi.
            Ketiga, masyarakat pasca-industri atau post-industrial.  Masyarakat yang disebut Bell sebagai masyarakat informasi ini umumnya didasarkan pada jasa pelayanan dan keahlian profesional. Berbeda dengan kaum petani dan buruh yang hanya mengandalkan pada kekuatan otot secara manual, di era masyarakat post-industrial, aktivitas perekonomian dan bahkan kehidupan sosial-politik umumnya banyak dipengaruhi bukan hanya energi, tetapi juga informasi. Pelaku utamanya disebut kaum profesional, karena mereka dalam bekerja berbekal dan dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihannya, sehingga memperoleh jenis keahlian yang semakin dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri.
Berbeda dengan masyarakat industri yang ditandai dengan kuantitas barang sebagai tanda dari standar kehidupan, maka masyarakat pasca-industri ditandai dengan kualitas kehidupan yang diukur oleh jasa dan kesejahteraan – kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan seni – yang sekarang memang dikehendaki dan menjadi dambaan bagi siapa saja. Menurut Daniel Bell, dalam transformasi masyarakat industri menuju pasca-industri, terdapat beberapa tahapan berbeda. Pertama, dalam perkembangan dasar masyarakat industri terdapat perluasan transportasi dan utilitas umum yang diperlukan sebagai jasa tambahan di dalam menggerakan barang serta semakin bertambah besarnya penggunaan energi, dan adanya peningkatan pada non-manufaktur tapi masih membutuhkan pekerja kasar. Kedua, dalam konsumsi massal terhadap barang dan pertumbuhan populasi, terdapat peningkatan pada distribusi (besar maupun retail), dan keuangan,real-estate, serta asuransi, yang merupakan pusat-pusat dari pekerjaan kantoran. Ketiga, ketika naiknya pendapatan nasional, orang menemukan bahwa proporsi uang untuk makanan di rumah mulai menurun, dan sebaliknya terjadi peningkatan proporsi uang yang digunakan untuk membeli bahan-bahan tahan lama (pakaian, rumah, mobil), selanjutnyaitem-item mewah, rekreasi dan seterusnya.

2. Kecenderungan Menuju Masyarakat Pasca Industri  
            Pergeseran masyarakat dari tahap industrial ke post-industrial sudah barang tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Salah satu indikasi terpenting ketika itu adalah bergesernya sebagian besar angkatan kerja dari sektor pertanian (sektor primer) dan manufaktur (sektor sekunder) ke sektor-sektor jasa (sektor tersier). Perkembangan lapangan kerja di bidang informasi, khususnya di lingkungan kantoran yang melahirkan pekerja “kerah putih” ikut menopang pesatnya pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut. Pekerjaan di bidang informasi itu sendiri sangat beragam, mulai dari pemrograman dan pembuatan perangkat lunak komputer hingga ke pengajaran dan penelitian berbagai hal yang berkaitan dengan pengelolaan informasi dan dampak perkembangan teknologi informasi. Industri-industri informasi seperti penyedia jaringan data, dan jasa-jasa komunikasi merupakan pekerjaan di bidang informasi yang tumbuh di era masyarakat post-industrial dan semua itu membuat pekerjaan informasi menjadi pilar terpenting perekonomian.
            Tentang kecenderungan munculnya berbagai pekerjaan di sektor jasa, khususnya bidang informasi, dalam The Coming of Post Industrial Society,Daniel Bell (1976) lebih rinci mengemukakan bahwa setelah pergantian abad, hanya ada tiga pekerja dari setiap sepuluh pekerja dalam negeri bekerja dalam industri jasa dan tujuh dari sepuluh pekerja terlibat dalam produksi barang. Sampai tahun 1950-an, proporsi tersebut menjadi lebih seimbang. Memasuki tahun 1968, proporsi berubah sehingga enam dari setiap sepuluh pekerja bekerja dalam bidang jasa. Kemudian pada tahun 1980-an, dengan naiknya dominansi jasa pelayanan, nyaris tujuh dari setiap sepuluh pekerja bekerja dalam industri jasa. Antara tahun 1900 dan 1980, dengan keadaan terbalik dari proporsi antar sektor, terjadi dua perubahan struktural dalam perekonomian Amerika: pertama, perubahan ke bidang jasa, dan kedua, naiknya sektor publik sebagai bidang utama lapangan pekerjaan.
            Menurut fakta sejarah yang terjadi, perubahan lapangan pekerjaan ke bidang jasa memang bukan merupakan perubahan yang sifatnya instant, tiba-tiba hadir melangkahi trend jangka panjang perkembangan masyarakat sebelumnya. Di Amerika, sebagaimana dikaji Bell, dari tahun 1870 sampai 1920, terjadi perpindahan pekerjaan masyarakat dari bidang pertanian ke industri: lapangan pekerjaan dalam bidang jasa naik cepat dalam bidang industri dan peningkatan besar dalam bidang jasa berada pada bidang-bidang tambahan dari transportasi, utilitas, dan distribusi. Ini adalah periode sejarah dari industrialisasi dalam kehidupan bangsa Amerika. Namun, setelah tahun 1920, tingkat pertumbuhan pada sektor non-pertanian mulai melandai. Lapangan pekerjaan industri masih meningkat jumlahnya, tetapi proporsi dari total lapangan pekerjaan cenderung menurun, ketika lapangan pekerjaan dalam bidang jasa mulai tumbuh dengan tingkat yang lebih cepat, dan dari tahun 1968 sampai 1980, apabila kita mengambil bidang manufaktur sebagai kunci utama bagi sektor industri, maka tingkat pertumbuhan akan kurang sampai separuh angkatan kerja secara keseluruhan.
            Perubahan besar dalam dunia ketenagakerjaan mulai terjadi di tahun 1947, setelah Perang Dunia II. Pada saat itu, lapangan pekerjaan di Amerika benar-benar seimbang. Namun semenjak usai Perang Dunia II, tingkat pertumbuhan mulai terbagi ke dalam pola baru yang dipercepat. Dari tahun 1947 sampai 1968 terdapat pertumbuhan sekitar 60 persen pada lapangan pekerjaan jasa pelayanan, sementara lapangan pekerjaan dalam industri penghasil barang meningkat lebih kurang hanya 10 persen. Di mata Daniel Bell, perkembangan sektor jasa yang luar biasa ini mengejutkan, sekaligus merupakan indikasi terjadinya pergeseran tahap perkembangan masyarakat menuju masyarakat informasi.
            Di Amerika, pertumbuhan paling penting dalam lapangan pekerjaan sejak tahun 1947 adalah pemerintahan. Satu dari setiap enam pekerja Amerika saat ini bekerja pada satu dari 80.000 atau lebih badan yang mendukung pemerintahan Amerika Serikat di waktu itu. Di tahun 1929, tiga juta orang bekerja di pemerintahan – atau sekitar 16 persen dari angkatan kerja yang ada. Sampai tahun 1980, gambaran tersebut naik menjadi tujuh belas juta orang atau 17 persen dari angkatan kerja. Namun demikian, di luar pemerintahan, perlu dicatat bahwa jasa pelayanan umum adalah bidang lapangan pekerjaan kedua yang tumbuh paling cepat antara tahun 1947 dan 1968, dan sekitar 10 persen dari lapangan pekerjaan pada jasa pelayanan umum adalah lembaga-lembaga pendidikan swasta. Pekerjaan di bidang jasa pendidikan secara keseluruhan, baik negeri maupun swasta, mencapai 8 persen dari total lapangan pekerjaan di Amerika Serikat. Dalam jasa pelayanan umum, kategori terbesarnya adalah jasa pelayanan medik, di mana lapangan pekerjaan naik dari 1,4 juta ditahun 1958 menjadi 2,6 juta pada dekade kemudian.
            Menyebarnya berbagai pekerjaan di bidang jasa pelayanan, khususnya dalam perdagangan, keuangan, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan, menggambarkan betapa pesat perkembangan masyarakat pekerja kantoran (white-collar workers). Namun demikian, Bell juga menegaskan bahwa semua jasa pelayanan yang muncul tidak berarti pekerja kantoran, karena jasa-jasa tersebut juga meliputi pekerja transportasi dan bengkel mobil. Sebaliknya, tidak semua manufaktur adalah pekerjaan buruh (blue-collar workers). Di tahun 1970, komponen pekerjaan kantoran dalam bidang manufaktur –profesional, manajerial, tata buku, dan penjualan-- hampir mencapai 33 persen dari angkatan kerja yang ada, sementara 69 persennya adalah pekerja buruh (6.055.000 pekerja kantoran dan 13.400.000 pekerja buruh). Sampai tahun 1975 komponen pekerja kantoran mencapai 34,5 persen. Di dalam angkatan kerja pekerja buruh sendiri terdapat perubahan stabil dan berbeda-beda dari pekerjaan produksi langsung ke pekerjaan non-produksi, karena semakin banyak pekerjaan menjadi pekerjaan otomatis dan di dalam pabrik, pekerja yang dibutuhkan adalah pekerja yang berkaitan dengan mesin, seperti perbaikan dan pemeliharaan mesin, daripada pekerjaan perakitan.
            Di tahun 1980, total angkatan kerja bidang manufaktur mencapai sekitar 22 juta orang atau 22 persen dari angkatan kerja pada saat itu. Namun dengan penyebaran luas perkembangan teknologi seperti alat mesin kontrol numerik, komputer elektronik, instrumentasi, dan kontrol otomatik, maka proporsi dari pekerja produksi langsung menjadi menurun stabil.
            Terlepas apapun perubahan yang terjadi, dan seberapa besar proporsi pekerjaan di bidang jasa yang tumbuh, perubahan menjadi masyarakat pasca-industri sesungguhnya tidak hanya ditandai dengan perubahan pada sektor distribusi – tempat di mana orang bekerja – namun juga pada pola pekerjaan, yakni jenis pekerjaan yang mereka kerjakan. Di Amerika, sejak tahun 1920, kelompok pekerja kantoran menjadi kelompok pekerja dengan pertumbuhan tercepat dalam masyarakat, dan ini terus berlanjut sampai tahun 1956, dan untuk kali pertama kelompok ini melampaui lapangan pekerjaan dari pekerja buruh. Sampai tahun 1980, rasionya adalah sekitar 5:3 untuk pekerja kantoran.
            Dengan kenyataan ini, perubahan yang terjadi di masyarakat Amerika sesungguhnya adalah sangat dramatis, meski kadangkala tersamar karena hingga kini keseluruhan jumlah dari pekerja kantoran adalah para wanita pada bidang pembukuan atau penjualan; dan di masyarakat Amerika, sebagaimana pada masyarakat lainnya, status keluarga masih dinilai berdasarkan pekerjaan laki-laki. (lihat: Waters, 1996: 111-115)

3. Arti  Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri
            Selain pergeseran okupasi, kecenderungan lain yang mengiringi munculnya masyarakat pasca industri di Amerika dan di berbagai belahan dunia yang lain adalah meningkatnya arti penting pengetahuan termasuk informasi dan pengetahuan teoritis serta metodologis dan kodifikasinya yang menjelma dalam manajemen institusi-institusi sosial dan ekonomi. Dalam masyarakat pasca industri yang terpenting adalah penyusunan prediksi, perencanaan dan pengelolaan organisasi. Lebih jauh, menurut Bell, kompleksitas dan besarnya skala sistem-sistem sosial dan ekonomi menuntut adanya perencanaan dan peramalan sistematik yang lebih baik yang tidak bisa lagi diperoleh dari survei dan eksperimen biasa, tetapi perlu didukung oleh pengelolaan dan pengolahan informasi yang akurat dan senantiasa up to date (Kuper & Kuper, 2000).
            Meski Bell mengemukakan prediksi perkembangan masyarakat hanya dengan berbasis pada data sekunder pergeseran okupasi di masyarakst, namun demikian Bell dengan tegas berani menyatakan bahwa perkembangan berbagai pekerjaan di bidang jasa informasi adalah bukti yang kuat, yang menunjukkan bahwa masyarakat pasca-industri tak pelak adalah identik dengan masyarakat informasi (Bell, 1976), sehingga ’ekonomi jasa pelayanan’ menandakan tibanya era pasca-industrialisme.
Di atas telah dipaparkan bahwa di setiap tahapan perkembangan masyarakat, telah muncul karakter kehidupan dalam epos yang berbeda. Dalam masyarakat pra-industri, kehidupan adalah ’permainan terhadap alam’ di mana orang bekerja dengan lebih banyak mengandalkan kekuatan ototnya. Sementara dalam era industri, di mana kehadiran ’mesin mendominasi’ dalam wujud ’teknik dan rasionalisasi’, kehidupan adalah ’permainan terhadap alam fabrikasi’. Berlawanan dengan keduanya ini, kehidupan dalam masyarakat pasca-industri yang didasarkan pada jasa pelayanan, yang terjadi adalah permainan antar manusia, di mana apa yang penting bukanlah kekuatan otot atau tenaga, melainkan informasi (Bell, 1976).
            Dengan kata lain, ketika orang berjuang untuk hidup dari lahan tanah dan tergantung pada cara-cara tradisional untuk bekerja (pra-industrialisme), dan kemudian orang terikat dengan mesin produksi (industrialisme), dengan kemunculan masyarakat jasa pelayanan/pasca-industri, maka mayoritas materi pekerjaann umumnya adalah berkaitan dengan informasi, termasuk bagaimana mengelola dan mengolah informasi untuk kepentingan kehidupan sosial, ekonomi maupun politik.
Dalam konteks hubungan dan interaksi antarmanusia, termasuk kompetisi yang berlangsung antar mereka, informasi adalah sumber daya dasarnya. Berbagai profesi yang lahir di era post-industrial, seperti bankir, pendidik, konsultan, bagian pemasaran perusahaan, dan lain sebagainya, pada dasarnya adalah profesi yang termasuk ke dalam pekerjaan jasa pelayanan atau pekerjaan informasi. Oleh karenanya, dominasi lapangan pekerjaan jasa pelayanan menimbulkan kuantitas informasi yang semakin bertambah banyak. Daniel Bell sendiri membedakan tiga jenis pekerjaan dalam masyarakat, yaitu aktivitas ekstraktif, fabrikasi dan informasi.
            Di era masyarakat post-industrial, lapangan pekerjaan yang dominan dan terus bertambah tak pelak adalah pekerjaan informasi. Daniel Bell memprediksi bahwa pekerjaan di bidang jasa informasi ini akan menjadi penopang utama kehidupan masyarakat di era global seperti sekarang, karena beberapa alasan. Pertama, pekerjaan informasi adalah lapangan pekerjaan kerah-putih yang berhubungan dengan manusia daripada benda, serta menjanjikan kepuasan kerja lebih besar daripada sebelumnya. Kedua, Bell mengklaim bahwa di dalam pekerjaan profesional sektor jasa pelayanan, yakni akuntansi, lebih dari 30 persen angkatan kerjanya adalah mereka yang lahir akhir tahun 1980-an. Ini artinya bahwa ’orang pusat’ dalam masyarakat post-industrial adalah kaum profesional, karena mereka telah dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihan, sehingga mampu memberikan keahlian yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri’. Ketiga, ’inti dari masyarakat pasca-industri ialah jasa pelayanan teknik profesionalnya’, di mana ’ilmuwan dan insinyur adalah mereka yang membentuk kelompok utama dalam masyarakat pasca-industri. Keempat, ini adalah segmen jasa pelayanan tertentu yang ’menentukan bagi masyarakat pasca-industri’. Mereka adalah para profesional dalam bidang kesehatan, pendidikan, penelitian dan pemerintahan, di mana kita mampu menyaksikan ’perluasan intelegensia baru di universitas, organisasi penelitian, profesi, dan pemerintahan’(Waters, 1996: 110).
            Secara garis besar, sejumlah perubahan penting yang terjadi di masyarakat post-industrial adalah: Pertama, kehadiran pekerjaan yang lebih profesional, peranan lebih besar pada intelektual, kepentingan lebih ditempatkan pada kualifikasi, dan lapangan pekerjaan lebih bersifat orang-ke-orang. Ini tidak hanya memberikan prospek yang lebih menarik, tetapi juga meningkatkan peranan informasi/pengetahuan. Berbeda dengan era kapitalis di mana aktivitas perekonomian berkembang lebih ditentukan olehlaissez-faire atau dalam istilah Adam Smith sebagai ”tangan-tangan tuhan yang tidak kelihatan”, di era masyarakat post-industrial, peran informasi menjadi sangat penting karena para profesional tidak lagi memandang pasar bebas sebagai hal yang selalu sulit diprediksi, melainkan mereka akan memahami dinamika pasar dengan perkiraan, strategi dan perencanaan. Tanpa didukung pengetahuan dan informasi, tidaklah mungkin para profesional akan mampu membuat prediksi dan perencanaan untuk mengantisipasi dinamika pasar bebas. Oleh sebab itu, sangatlah wajar jika di era masyarakat post-industrial, peran informasi lantas berkembang menjadi sangat penting, dan bahkan menentukan.
            Kedua, di era pasca industri, para cendekiawan umumnya tidak lagi perhatian pada laba dan rugi, yang menjadi persoalan adalah bagaimana memastikan dan mempersiapkan perkembangan pengetahuan anak muda, karakter sekaligus keahlian. Dokter tidak lagi menganggap pasien sebagai jumlah penghasilan X. Dalam masyarakat pasca-industri, orang tidak diperlakukan sebagai unit (nasib dari pekerja industri di era ketika perhatian utamanya adalah mesin dan uang), melainkan keuntungan dari jasa pelayanan profesional yang berorientasi pada orang yang dalilnya ada pada kebutuhan klien. Berbagai pertimbangan baru, seperti kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, perhatian terhadap orang-orang berusia lanjut, prestasi pendidikan yang harus melebihi vokasional, semuanya merupakan preseden atas persoalan-persoalan output ekonomi dan persaingan yang dapat diatasi oleh kaum profesional berkat dukungan informasi (Webster, 2006: 32).
            Ketiga, kecenderungan lain yang terjadi adalah bergesernya kekuasaan, di mana kalangan profesional dan kelas manajerial (para pekerja pengetahuan) menjadi kian dominan. Mereka adalah individu-individu yang memahami bagaimana bekerja dengan dukungan pengetahuan, sistem-sistem informasi, simulasi dan berbagai teknik analitis yang terkait. Dalam aktivitas ekonomi, sosial maupun politik, posisi kalangan profesional dan manager ini akan semakin vital dalam proses pembuatan keputusan yang bukan dilakukan secara intuitif, melainkan atas dasar kalkulasi rasional yang berbasis pada data atau informasi yang akurat (Kuper & Kuper, 2000).

4. Masyarakat Jaringan (Network Society): Manuel Castells
            Salah satu sumbangan baru untuk perkembangan teori sosial modern yang mengkaji perkembangan  teknologi dan revolusi informasi setelah Daniel Bell adalah sebuah trilogi yang ditulis oleh Manuel Castells (1996, 1997, 1998) dengan judul Information Age: Economy, Society and Culture. Dalam bukunya, Castell mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat, kultur dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi, seperti televisi, komputer dan sebagainya (Ritzer & Goodman, 2008).
Revolusi informasi yang dimulai di Amerika pada tahun 1970an, bukan saja mengakibatkan terjadinya perubahan yang dahsyat di bidang pengelolaan dan peran informasi, tetapi juga melahirkan re-strukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis yang memunculkan apa yang disebut oleh Castells sebagai “kapitalisme informasional”, yang kemudian memunculkan istilah  "Masyarakat Informasi". Munculnya kapitalisme informasional dan masyarakat informasi ini didasarkan pada "informasionalisme", di mana sumber utama produksi terletak pada kapasitas dalam penggunaan dan pengoptimalan faktor produksi lebih berdasarkan informasi dan pengetahuan daripada berdasarkan pada kekuatan modal. Menurut Castells  yang dimaksud dengan “informasionalisme” adalah sebuah mode perkembangan di mana sumber utama produktivitas terletak pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berbasis pengetahuan dan informasi.
Dalam analisisnya, Castells (2000: 28-76) mengembangkan pemikirannya tentang masyarakat informasi dengan mengacu pada lima karakteristik dasar teknologi informasi, yaitu:
Teknologi informasi senantiasa bereaksi terhadap informasi.
Karena informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, maka teknologi ini mempunyai efek pervasif.
Semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh “logika jaringan”.
Teknologi baru sangatlah fleksibel, dalam arti bisa dengan mudah beradaptasi.
Teknologi informasi sangatlah spesifik, dengan adanya informasi, maka bisa terpadu dengan suatu sistem yang terintegrasi.

Berbeda dengan Daniel Bell yang memprediksi kehadiran masyarakat informasional dari struktur pekerjaan yang cenderung makin didominasi pekerjaan di sektor jasa, Castells menganalisis perubahan yang terjadi di masyarakat sesungguhnya adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi yang mempunyai efek pervasif, dan arti penting teknologi informasi itu sendiri yang mampu mengembangkan logika jaringan di era perkembangan perekonomian dan kehidupan masyarakat yang makin mengglobal.
Pada tahun 1980-an, menurut pengamatan Castell di negara-negara maju muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi informasional global baru yang semakin menguntungkan, dan ekonomi ini bersifat informasional karena produktivitas dan daya saing dari unit-unit dan agen-agen dalam ekonomi ini secara mendasar tergantung pada kapasitas mereka untuk menghasilkan, memproses dan mengaplikasikan pengetahuan dan informasi secara efisien melalui dukungan teknologi informasi yang ada.
Ekonomi informasional ini bersifat menglobal, dan melintasi batas-batas negara, karena mempunyai kapasitas untuk bekerja sebagai unit secara real time pada skala dunia (planetary). Dan semua ini bisa terjadi karena adanya dukungan teknologi komunikasi dan informasi yang memang memungkinkan siapa pun penggunanya untuk menyiasati ruang dan waktu. Seorang pengusaha di sebuah negara tertentu, di era ekonomi informasional, dalam hitungan detik yang sama ia akan bisa membuat transaksi bisnis dengan rekan usahanya yang ada di belahan dunia lain hanya dengan dukungan telepon atau internet. Di era perekonomian yang makin menglobal, sulit dibayangkan aktivitas perekonomian bisa berjalan tanpa didukung teknologi informasi dan berbasis pada informasi.
Di era masyarakat informasi, satu hal yang penting adalah apa yang disebut Castells sebagai “jaringan”. Fungsi-fungsi dan proses dominan pada jaman informasi semakin terorganisir dalam "jaringan" yang didefinisikan sebagai serangkaian "simpul yang terkait satu sama lain". Jaringan tersebut bersifat terbuka, mampu melakukan ekspansi  tanpa batas, dinamis dan mampu berinovasi tanpa merusak sistem. Dengan adanya "jaringan" ini, telah memungkinkan kapitalisme dapat mengglobal dan terorganisir berdasarkan aliran keuangan global. Perkembangan perusahaan trans-nasional yang menggurita di berbagai negara, tidak akan pernah bisa terjadi jika tidak didukung teknologi informasi yang mampu memadukan jaringan kerja dan komunikasi secara terintegrasi.
            Dalam kajian yang dilakukan, Castells melihat bahwa mengiringi bangkitnya ekonomi informasional global ini, konsekuensi yang tidak terhindarkan adalah muncullah bentuk organisasional baru yang disebut perusahaan jaringan (network enterprise). Yang dimaksud perusahaan jaringan adalah bentuk spesifik perusahaan yang sistem sarananya dibangun dari titik temu sejumlah segmen sistem tujuan otonom. Perusahaan jaringan ini adalah perwujudan dari kultur ekonomi informasional global yang memungkinkan transformasi tanda-tanda ke komoditas.
Selain perusahaan jaringan, berseiring dengan tumbuhnya masyarakat informasional, muncul pula perkembangan kebudayaan virtual riil, yaitu satu sistem di mana realitas itu sendiri sepenuhnya tercakup dan sepenuhnya masuk ke dalam setting citra maya, di dunia fantasi, yang di dalamnya tampilan tidak hanya ada di tempat dikomunikasikannya pengalaman, tetapi juga ada dalam dunia maya. Ketika teknologi informasi makin berkembang dan lahir masyarakat informasional, maka dunia boleh dikata telah memasuki era masa tanpa waktu, di mana masyarakat menjadi didominasi oleh proses daripada lokasi fisik. Dalam kaitan ini, kita memasuki era "masa tanpa waktu". Di belahan dunia manapun manusia berada, di sana yang namanya informasi segera bisa tersedia dan diakses masyarakat. Tidak ada regulasi dan kerangkeng besi yang bisa menahan laju dan perkembangan informasi, karena dengan dukungan komputer dan internet, maka orang-orang dengan bebas berselancar di dunia tanpa batas mencari informasi apapun dan kapanpun juga.
            Manuel Castells, dalam bukunya yang terdiri dari tiga volume, yaitu “The Information City, The New Economy and the Network Society”, bukan hanya menganalisa struktur sosial baru, yakni masyarakat jejaring, dan mengkaji gerakan sosial dan proses politik, dalam kerangka serta berinteraksi dengan masyarakat jejaring, tetapi ia juga berusaha menginterpretasi proses makro-sosial, sebagai hasil dari interaksi antara kekuatan jaringan dan kekuatan identitas, yang fokus pada tema-tema seperti runtuhnya Uni Soviet, kebangkitan Pasifik, atau proses berjalannya eksklusi sosial global dan polarisasi, serta ia juga mengajukan sintesa teoritikal umum. Kajian tentang Masyarakat Informasi sendiri terletak pada buku volume pertamanya, yaitu pengenalan ciri-ciri utama dari apa yang dianggapnya sebagai kemunculan struktur sosial yang dominan, yakni masyarakat jejaring, di mana ditemukannya karakteristik dari kapitalisme informasional, yang terbentuk di seluruh dunia (lihat Webster, 2006).
            Menurut pandangan Castells (lihat Castells, dalam: Webster, 2004: 138), kemunculan masyarakat jejaring berasal dari konvergensi sejarah tiga proses independen, yaitu: (1) Revolusi teknologi informasi, yang dibentuk sebagai paradigma di tahun 1920-an, (2) Restrukturisasi kapitalisme dan statisme di tahun 1980-an, dengan tujuan menyentuh kontradiksi mereka, dengan hasil akhir yang benar-benar berbeda, dan (3) Gerakan sosial budaya tahun 1960-an, dan kemudian 1970-an, khususnya feminisme dan ekologisme. Dalam analisisnya, Castells menyatakan ketiga proses independen ini bukan saja menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang makin massif di bidang informasi, tetapi juga berbagai konsekuensi yang berdampak pada seluruh sendi kehidupan masyarakat dan aktivitas ekonomi. Secara lebih rinci, implikasi atau dampak yang terjadi akibat konvergensi tiga proses di atas adalah:

4.1. Perekonomian Informasional
            Yang dimaksud dengan perekonomian informasional pada dasarnya adalah perekonomian perusahaan, perekonomian di suatu wilayah atau negara, yang sumber produktifitas dan daya saingnya sangat tergantung pada dukungan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi pengolahan yang mereka miliki, termasuk teknologi manajemen dan manajemen teknologi. Perekonomian informasional tidaklah sama perekonomian jasa pelayanan. Dalam perekonomian informasional, bisa saja  terjadi dalam pertanian informasional, manufaktur informasional, dan jenis jasa pelayanan informasional berbeda-beda. Sementara itu, banyak aktifitas jasa pelayanan, terutama di negara-negara sedang berkembang, meski merupakan bidang jasa, tetapi sama sekali bukan bersifat informasional karena tidak bertumpu dan didukung oleh teknologi informasi.

4.2. Perekonomian Global
Pengertian perekonomian global tidaklah sama dengan perekonomian dunia. Perekonomian global ini telah ada sebelumnya di Barat, setidaknya sejak abad ke-16. Ekonomi global adalah sebuah realitas baru yang hadir di era masyarakat informasional: ini merupakan suatu ekonomi yang aktifitas intinya secara strategis berpotensi kerja sebagai sebuah unit real time dalam skala luas. Hal ini berlaku untuk pasar uang dan mata uang, jasa pelayanan bisnis lanjutan, inovasi teknologi, manufaktur teknologi tinggi, dan komunikasi media. Globalisasi ini pada kenyataannya telah dikembangkan dengan sistem yang didasarkan pada teknologi informasi dan komunikasi yang sudah semakin inovatif.
            Perekonomian global kita tahu telah melanda ke seluruh dunia, namun globalisasi bukanlah dunia itu sendiri, karena tidak semua dunia tercakup di dalamnya. Faktanya, globalisasi tidak menyertakan mayoritas populasi masyarakat di seluruh belahan dunia. Hal ini ditandai dengan adanya kondisi geografi yang berbeda-beda. Globalisasi memindai keseluruhan dunia, dan menghubungkan input yang berharga, pasar, dan individu, sambil menghapus pekerja yang tak memiliki keahlian dan pasar-pasar miskin. Bagi sebagian orang di dunia, memang ada suatu perubahan, dari sudut pandang kepentingan sistemik dominan, dari eksploitasi menuju ketidakrelevansian struktural.

4.3. Jaringan Perusahaan
Ketika di masyarakat berkembang konektisitas ekonomi global dan fleksibilitas kapitalisme informasional, maka di saat yang sama lahirnya sebuah bentuk baru organisasi, yang merupakan karakteristik dari aktivitas ekonomi, yang secara pelahan-lahan memperluas ke domain dan organisasi lain, yaitu berupa jaringan perusahaan. Ini tidaklah sama dengan perusahaan jaringan. Ini merupakan sebuah jaringan yang terbentuk dari perusahaan atau bagian dari perusahaan, atau dari bagian internal perusahaan. Korporasi multinasional, dengan desentralisasi internalnya, serta link-link-nya bersama jaringan anak perusahaan dan pemasok di seluruh dunia, adalah salah satu bentuk dari jaringan perusahaan ini. Termasuk aliansi strategis antar korporasi, jaringan bisnis kecil dan menengah (seperti di Italia Utara atau Hong Kong), dan link-up antar korporasi dan jaringan bisnis kecil melalui subkontrak dan outsourcing.
            Jaringan perusahaan adalah serangkaian hubungan khusus antara perusahaan-perusahaan berbeda yang diatur ad hoc untuk kepentingan proyek tertentu, dan kemudian direformasi atau dibubarkan setelah tugasnya selesai, misalnya IBM, Siemens, Toshiba. Unit efemeral ini, yakni proyek di mana jaringan mitra dibentuk, adalah unit operasi aktual dari perekonomian kita, unit yang menggerakan laba atau rugi, unit yang menerima penghargaan atau hukuman, serta unit yang merekrut atau memberhentikan, melalui anggota organisasinya.

4.4. Transformasi Kerja dan Lapangan Pekerjaan
            Pekerjaan adalah jantung dari semua sejarah transformasi masyarakat, dan boleh dikata tidak ada pengecualian untuk hal ini. Namun, datangnya jaman informasi adalah penuh dengan persoalan tentang pekerjaan dan lapangan pekerjaan. Akibat pengaruh variabel teknologi terhadap pekerjaan, dimungkinkan terjadinya penggangguran di bidang teknologi di beberapa negara, wilayah dan sektor lainnya, terutama di kalangan populasi tak terdidik atau negara-negara dengan teknologi rendah, terutama di daerah-daerah pedesaan. Hal ini menurut Castells, memunculkan kecemasan dan kekhawatiran tentang pekerjaan karena teknologi baru menjadi basis bisnis, yang membuka peluang antara lain: (1) operasional pekerjaan berjalan secara otomat, perusahaan  menjalankan produksi di luar negeri atau melakukan "outsource" pasokan atau mengadakan subkontrak dengan perusahaan-perusahaan kecil; dan (2) pengembangan jaringan perusahaan dengan melakukan sub-kontrak pekerjaan yang bersifat individual antara manajemen dan pekerja serta secara ad hoc untuk waktu dan pekerjaannya (lihat Stalder, 2008: 61-65)
            Perkembangan ini memunculkan kecenderungan pertumbuhan lapangan pekerjaan mandiri, pekerjaan temporer dan paruh waktu yang bisa dibayar sangat tinggi tergantung pada kualitas kerja yang diberikan. Selanjutnya, perubahan paling nyata dalam pekerjaan di era masyarakat informasi ini ialah munculnya socialization/salarization pekerja. Selain itu terjadi individualisasi kerja, di mana tanggungjawab kerja makin menggerucut pada keahlian profesi orang per orang, yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya kekuatan tawar-menawar dari pekerja dan ini adalah ciri utama yang menandai lapangan pekerjaan dalam masyarakat jejaring. Berbeda dengan era masyarakat industri di mana posisi pekerja seringkali hanya dipandang sebagai kumpulan massal dari para buruh yang acapkali tersubordinasi, di era masyarakat informasi, munculnya berbagai profesi di bidang jasa pengolah informasi dan orang-orang yang menguasai teknologi informasi, umumnya memiliki posisi bargaining lebih dan dihargai kompetensinya.

4.5. Polarisasi Sosial dan Eksklusi Sosial
            Proses globalisasi, perkembangan jaringan bisnis, dan individualisasi pekerjaan di satu sisi memang mempermudah komunikasi dan kontrol dalam skala global. Tetapi, di saat yang sama berbagai kemajuan itu juga memperlemah organisasi sosial dan lembaga yang mewakili/melindungi pekerja di zaman informasi, khususnya serikat pekerja dan kesejahteraan negara.
            Tuntutan dan prasyarat bahwa pekerja di era informasi harus memiliki keahlian dan pendidikan, dalam banyak kasus telah men-devaluasi manusia pada pekerjaannya. Namun demikian, pekerja profesional dan berkeahlian pun sebetulnya juga tidak selalu survive, karena alasan kesehatan, usia, diskriminasi gender, atau kurangnya kapasitas untuk beradaptasi dengan tugas atau posisi dan perkembangan baru perusahaan. Di berbagai negara, menurut Castells tidak terhindarkan munculnya trend kuat menuju ketidaksetaraan yang semakin meningkat, polarisasi sosial dan eksklusi sosial.
            Di Amerika Serikat sendiri, ketidaksetaraan mengalami peningkatan sampai periode pra 1920-an. Dalam banyak kasus, eksklusi sosial telah menghasilkan kantung-kantung keterlantaran dengan banyak titik masuk. Ini bisa berupa pengangguran dalam jangka panjang, penyakit, buta huruf fungsional, status tanpa hukum, kemiskinan, keretakan keluarga, krisis psikologi, tak mempunyai rumah, obat-obatan, kejahatan, pemenjaraan, dan lain-lain. Ketika proses eksklusi ini saling memperkuat satu sama lain, maka diperlukan usaha besar untuk menarik keluar dari apa yang sebut sebagai “lubang hitam” kapitalisme informasional. Di Amerika Serikat, proporsi rakyat yang terperangkap dalam lubang hitam ini tumbuh dengan cepat: bisa mencapai di atas 10 persen dari populasi.
            Zaman Informasi memang tidak harus selalu menjadi jaman menuju ketidaksetaraan, polarisasi dan eksklusi sosial. Namun untuk saat ini bisa saja terjadi demikian.

4.6. Budaya Virtualitas Nyata
            Di era masyarakat informasi, menurut Castells kita akan bisa melihat kemunculan suatu pola yang sama yang berasal dari perkembangan jaringan, fleksibilitas, dan komunikasi simbolik (termasuk dalam sistem komunikasi ini, adalah: jaringan komunikasi mediasi-komputer), dalam bentuk budaya yang sebenarnya diatur di sekitar media elektronik. Jenis ekspresi budaya yang muncul semakin meningkat dan dibentuk oleh dunia media elektronik.
            Media ini secara luar biasa tumbuh pesat dan banyak ragamnya: mengirimkan pesan sasaran ke segmen audiens tertentu serta sesuai dengan keadaan audiens tertentu. Media semakin lama semakin inklusif, menjembatani satu sama lain, mulai dari jaringan TV sampai TV kabel atau satelit, radio, VCR, video musik, walkman, yang dikoneksikan ke seluruh penduduk di berbagai belahan dunia, dan meski berbeda-beda karena budaya, tetap membentuk hiperteks dengan kapasitas inklusif luar biasa. Selanjutnya, dengan pelan namun pasti, sistem media baru ini bergerak menuju interaktif, khususnya apabila kita memasukan jaringan CMC (computer mediated communication), beserta aksesnya ke teks, citra, dan suara, yang akan melakukan link up dengan sistem media terbaru.
            Di era masyarakat informasional terjadi pemusatan oligopolistik dari grup-grup multimedia di sekeliling dunia, sementara pada waktu yang bersamaan terdapat segmentasi pasar, dan semakin meningkatnya interaksi oleh dan di kalangan individu yang menerobos keseragaman audiens massa. Proses ini memicu terbentuknya apa yang disebut Castells sebagai the culture of real virtuality. Ini memang demikian, bukan realitas virtual, karena saat kita menyimbolkan lingkungan, dengan menyusunnya ke alam hiperteks yang inklusif, fleksibel, beraneka macam, di mana kita bernavigasi setiap hari, virtualitas dari teks ini pada kenyataannya adalah realitas kita, simbol di mana kita hidup dan berkomunikasi.

4.7. Politik
Di era masyarakat informasi, pengungkapan komunikasi dalam ruang media yang fleksibel tidak hanya berpengaruh pada budaya, tetapi pula memiliki dampak fundamental pada bidang politik. Di berbagai negara, media telah menjadi ruang utama dari para polititikus dan proses politik. Kendati tidak semua proses politik terjadi melalui media, dan pembuat citra masih perlu berhubungan dengan isu-isu nyata dan konflik sebenarnya. Namun tanpa kehadiran signifikan dalam ruang media, para pelaku dan ide pun akan cenderung terpinggirkan dalam politik. Kehadiran ini tidak hanya berkaitan dengan peristiwa kampanye politik, tetapi pesan sehari-hari di mana orang menerima oleh dan dari media.
            Dalam mengaitkan antara informasi dan politik, Castells mencoba merumuskan beberapa pola yang diketahuinya:
Hingga sejauh ini orang menerima informasinya berdasarkan pendapat politiknya, dan menyusun perilakunya melalui media, terutama televisi dan radio (lihat Stalder, 2008: 115-118)
Politik media perlu menyederhanakan pesan/proposal
Pesan paling sederhana adalah gambar. Gambar paling sederhana adalah gambar orang.
Persaingan politik muncul sekitar personalisasi politik.
Senjata politik yang paling efektif adalah pesan-pesan negatif. Pesan negatif yang paling efektif ialah pembunuhan karakter terhadap kepribadian lawan. Politik skandal, di AS, Eropa, Jepang, Amerika Latin, dan lain-lain adalah bentuk dominan dari perjuangan politik.
Pemasaran politik adalah alat utama untuk memenangkan persaingan politik dalam demokrasi politik. Dalam jaman jnformasi, pemasaran politik ini melibatkan iklan media, telepon bank, sasaran surat, pembuatan gambar, pengendalian gambar, kehadiran dalam tahapan media untuk penampilan umum dan lain-lain. Ini akan menghasilkan bisnis yang sangat mahal, jauh di luar cara tradisional partai politik sehingga mekanisme pembiayaan politik ketinggalan jaman, dan partai politik memanfaatkan akses ke kekuasaan sebagai jalan untuk menggerakkan sumber demi mempertahankan kekuasaan atau bersiap merebut kekuasaan itu sendiri.

4.8. Waktu Tiada Batas 
Menurut Castells, dalam masyarakat jejaring, sebagai struktur sosial dominan yang muncul di zaman informasi, yang terjadi adalah “waktu tiada batas, ruang yang mengalir”.
            Berlawanan dengan irama waktu biologis dari keberadaan diri manusia, dan jam waktu yang menandai jaman industri, bentuk baru dari waktu yang merupakan tanda dari logika dominan masyarakat jejaring adalah “waktu tiada batas”. Ini didefinisikan dengan menggunakan teknologi informasi/komunikasi baru dalam usaha untuk meniadakan waktu, menekan tahun menjadi detik, detik menjadi beberapa bagian terpisah lagi. Selanjutnya, tujuan paling dasarnya adalah mengurangi urutan waktu, termasuk masa lampau, kini, dan masa mendatang dalam hiperteks yang sama, sehingga mengurangi ‘suksesi sesuatu’ yang menandai waktu, sehingga tanpa sesuatu dan tatanan urutannya, maka tak ada lagi waktu di masyarakat. Kita menghidupkan, sebagaimana dalam rangkaian jaringan komputer dalam ensiklopedia pengalaman sejarah, semua indrawi kita pada waktu yang bersamaan, sehingga mampu menata ulang waktu yng ada sesuai dengan fantasi atau kepentingan kita.

4.9. Ruang Mengalir
            Dalam buku yang ditulisnya, Castells mengajukan konsep tentang "ruang mengalir" (Space of Flows), yaitu fungsi dominan yang beroperasi berdasarkan pertukaran antara sirkuit elektronik yang berhubungan dengan sistem informasi di lokasi yang jauh, yang menjadi suatu "kekuatan penggerak" kegiatan berskala global seperti pasar uang, media global, jasa pelayanan bisnis modern. Layaknya suatu sistem transportasi, sistem ini merupakan sistem transportasi cepat berbasis elektronik untuk memperkuat interaksi jarak jauh yang mendukung aktivitas-aktivitas global, seluruh aktivitas antar orang, dan aktivitas organisasi di manapun berada. Dengan kekuatannya, sistem ini bahkan bisa membangun pola-pola lokasi suatu aktivitas global serta memperkuat kesatuan operasinya dengan suatu logika konsentrasi/desentralisasi teritorial yang serempak (a simultaneous logic of territorial concentration/decentralization). Pemikiran tentang konsep Space of Flows ini telah digunakan Castells untuk menganalisa pola lokasi yang terbangun dari suatu kegiatan operasi manufaktur teknologi tinggi dan jejaring dari bisnis jasa modern di seluruh dunia yang menghasilkan suatu sistem yang disebut sebagai "kota global" atau global city (lihat Stalder: 148-163)
            Di mata Castells, istilah "ruang mengalir" ini penting di era masyarakat informasi, karena: (1) Sirkuit elektronik tersebut tidak beroperasi dalam wilayah hampa. Sirkuit ini menghubungkan kompleksitas produksi, manajemen, dan informasi secara teritorial, meskipun makna dan fungsi dari kompleksitas tersebut tergantung pada koneksinya dalam aliran jaringan. (2) Keterhubungan teknologi ini adalah bersifat materi, yakni tergantung pada fasilitas telekomunikasi/transportasi khusus, dan pada keberadaan serta kualitas sistem informasi, bahkan untuk wilayah geografi yang sangat berbeda. (3) Makna dari "ruang" muncul seperti makna bagi "waktu". Lebih jauh, konsep ini juga telah mampu menggiring ke arah pengembangan suatu pemikiran lebih lanjut yang bersifat futurology, seperti "penghapusan ruang", dan "akhir dari kota", sehingga diperlukan upaya mengkonseptualisasikan kembali bentuk-bentuk baru dari pengaturan spasial di bawah paradigma perkembangan teknologi baru atau bahkan yang terbaru.

2.2. Latihan
Sebut dan jelaskan apa yang menjadi karakteristik masyarakat pasca industri seperti yang telah dikemukakan oleh Daniel Bell!
Sebut dan jelaskan apa yang menjadi karakteristik masyarakat jaringan yang telah dikemukakan oleh Manuel Castells!

2.3. Rangkuman
            Perubahan sosial sebetulnya adalah sebuah proses perubahan masyarakat yang terjadi karena dihela oleh berbagai kekuatan, baik modal, resistensi dan gerakan sosial maupun perubahan yang dipicu oleh adanya perkembangan teknologi dan informasi yang makin massif. Di setiap era, perubahan sosial yang terjadi tak pelak telah dan akan melahirkan pola hubungan baru, adaptasi baru dan karakteristik masyarakat yang khas, yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya.
Konsep tentang masyarakat informasi, pada awalnya dikembangkan oleh Daniel Bell pada awal tahun 1970-an melalui prediksinya ketika itu tentang masyarakat pasca industri (post-industrial society). Pembahasan tentang masyarakat informasi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Manuel Castells melalui konsepnya tentang masyarakat jaringan (Network Society) dari karya-karyanya dalam rentang waktu antara tahun 1996 hingga 1998. Bagi pustakawan dan perpustakaan, terjadinya revolusi informasi dan perkembangan masyarakat informasi ini tentu merupakan tantangan tersendiri, dan perlu segera direspon agar sebagai sebuah profesi maupun institusi, mereka bisa beradaptasi dengan perubahan-perubahan baru yang berlangsung di sekitarnya.

1. Masyarakat Pasca Industri (Post Industrial Society): Daniel Bell
            Melalui karyanya berjudul The Coming of Post Industrial (1976) Daniel Bell meramalkan akan adanya "Masyarakat Pasca Industri". Dalam karyanya tersebut, Bell menyebutkan bahwa basis kekuatan masyarakatpost-industrial berbeda dengan dua jenis masyarakat sebelumnya, yaitu masyarakat pra industri dan masyarakat industri. Bila kekuatan utama masyarakat pra-industri terletak pada sumber daya alam, terutama lahan, dan masyarakat industri pada mesin, maka dalam masyarakat post-industrial, Bell berpendapat informasi serta teknologi informasilah sebetulnya yang menjadi kekuatan utamanya. Tanpa memiliki kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi informasi, boleh dikata tidak akan mungkin masyarakat mampu bertahan dan survive dalam melangsungkan kehidupannya.
            Secara lebih rinci, tahap-tahap perkembangan masyarakat menurut Daniel Bell adalah sebagai berikut:
Pertama, masyarakat pra-industri. Dalam buku The Coming of Post-Industrial Society, Bell (1976) menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, angkatan kerja yang ada umumnya banyak terlibat dalam industri-industriekstraktif, yaitu meliputi pertambangan, perikanan, kehutanan, pertanian. Ketika sumber daya alam melimpah, dan orang tidak terlalu harus bergantung pada teknologi untuk memperoleh sesuatu, maka kehidupan utama penduduk di era pra-industrial umumnya adalah bergantung dan banyak bersinggungan dengan alam.
            Kedua, masyarakat industri. Dalam masyarakat industri – yang secara geografis menurut Bell umumnya berada di wilayah negara-negara Atlantik Utara ditambah Uni Soviet dan Jepang – mereka umumnya adalah masyarakat penghasil barang. Berbeda dengan masyarakat pra-industrial yang kehidupannya lebih banyak dikendalikan alam, kehidupan masyarakat industri ibaratnya adalah sebuah permainan bersama fabrikasialam yang bersifat teknis dan rasional. Modernisasi dan kehadiran berbagai perangkat teknologi produksi atau mesin sangat mendominasi, dan ritme kehidupan masyarakat umumnya dipacu secara mekanis. Keberadaan tenaga manual yang harus bersaing dengan teknologi modern, menyebabkan ritme kehidupan masyarakat lantas lebih sering menyesuaikan diri dengan irama mesin daripada irama kehidupan manusia itu sendiri.
            Ketiga, masyarakat pasca-industri atau post-industrial.  Masyarakat yang disebut Bell sebagai masyarakat informasi ini umumnya didasarkan pada jasa pelayanan dan keahlian profesional. Berbeda dengan kaum petani dan buruh yang hanya mengandalkan pada kekuatan otot secara manual, di era masyarakat post-industrial, aktivitas perekonomian dan bahkan kehidupan sosial-politik umumnya banyak dipengaruhi bukan hanya energi, tetapi juga informasi. Pelaku utamanya disebut kaum profesional, karena mereka dalam bekerja berbekal dan dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihannya, sehingga memperoleh jenis keahlian yang semakin dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri.

2. Kecenderungan Menuju Masyarakat Pasca Industri  
            Pergeseran masyarakat dari tahap industrial ke post-industrial sudah barang tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Salah satu indikasi terpenting ketika itu adalah bergesernya sebagian besar angkatan kerja dari sektor pertanian (sektor primer) dan manufaktur (sektor sekunder) ke sektor-sektor jasa (sektor tersier). Perkembangan lapangan kerja di bidang informasi, khususnya di lingkungan kantoran yang melahirkan pekerja “kerah putih” ikut menopang pesatnya pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut. Pekerjaan di bidang informasi itu sendiri sangat beragam, mulai dari pemrograman dan pembuatan perangkat lunak komputer hingga ke pengajaran dan penelitian berbagai hal yang berkaitan dengan pengelolaan informasi dan dampak perkembangan teknologi informasi. Industri-industri informasi seperti penyedia jaringan data, dan jasa-jasa komunikasi merupakan pekerjaan di bidang informasi yang tumbuh di era masyarakat post-industrial dan semua itu membuat pekerjaan informasi menjadi pilar terpenting perekonomian.

3. Arti  Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri
            Selain pergeseran okupasi, kecenderungan lain yang mengiringi munculnya masyarakat pasca industri di Amerika dan di berbagai belahan dunia yang lain adalah meningkatnya arti penting pengetahuan termasuk informasi dan pengetahuan teoritis serta metodologis dan kodifikasinya yang menjelma dalam manajemen institusi-institusi sosial dan ekonomi. Dalam masyarakat pasca industri yang terpenting adalah penyusunan prediksi, perencanaan dan pengelolaan organisasi. Lebih jauh, menurut Bell, kompleksitas dan besarnya skala sistem-sistem sosial dan ekonomi menuntut adanya perencanaan dan peramalan sistematik yang lebih baik yang tidak bisa lagi diperoleh dari survei dan eksperimen biasa, tetapi perlu didukung oleh pengelolaan dan pengolahan informasi yang akurat dan senantiasa up to date (Kuper & Kuper, 2000).


1 komentar:

Posting Komentar